Minggu, 20 Januari 2013

KEINDAHAN MATEMATIKA


1 x 8 + 1 = 9
12 x 8 + 2 = 98
123 x 8 + 3 = 987
1234 x 8 + 4 = 9876
12345 x 8 + 5 = 98765
123456 x 8 + 6 = 987654
1234567 x 8 + 7 = 9876543
12345678 x 8 + 8 = 98765432
123456789 x 8 + 9 = 987654321

1 x 9 + 2 = 11
12 x 9 + 3 = 111
123 x 9 + 4 = 1111
1234 x 9 + 5 = 11111
12345 x 9 + 6 = 111111
123456 x 9 + 7 = 1111111
1234567 x 9 + 8 = 11111111
12345678 x 9 + 9 = 111111111
123456789 x 9 + 10 = 1111111111

9 x 9 + 7 = 88
98 x 9 + 6 = 888
987 x 9 + 5 = 8888
9876 x 9 + 4 = 88888
98765 x 9 + 3 = 888888
987654x 9 + 2 = 8888888
9876543 x 9 + 1 = 88888888
98765432 x 9 + 0 = 888888888

Hebatkan?
Coba lihat simetri ini :

1 x 1 = 1
11 x 11 = 121
111 x 111 = 12321
1111 x 1111 = 1234321
11111 x 11111 = 123454321
111111 x 111111 = 12345654321
1111111 x 1111111 = 1234567654321
11111111 x 11111111 = 123456787654321
111111111 x 111111111 = 12345678987654321

kurang hebat,,,,
Sekarang lihat ini

Jika 101% dilihat dari sudut pandangan Matematika, apakah ia sama dengan 100%, atau ia LEBIH dari 100%?
Kita selalu mendengar orang berkata dia bisa memberi lebih dari 100%, atau kita selalu dalam situasi dimana seseorang ingin kita memberi 100% sepenuhnya.
Bagaimana bila ingin mencapai 101%?
Apakah nilai 100% dalam hidup?
Mungkin sedikit formula matematika dibawah ini dapat membantu memberi
jawabannya.

Jika ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ

Disamakan sebagai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Maka, kata KERJA KERAS bernilai :
11 + 5 + 18 + 10 + 1 + 11 + 5 + 18 + 19 + 1 = 99%

H-A-R-D-W-O-R-K
8 + 1 + 18 + 4 + 23 + !5 + 18 + 11 = 99%

K-N-O-W-L-E-D-G-E
11 + 14 + 15 + 23 + 12 + 5 + 4 + 7 + 5 = 96%

A-T-T-I-T-U-D-E
1 + 20 + 20 + 9 + 20 + 21 + 4 + 5 = 100%

Sikap diri atau ATTITUDE adalah perkara utama untuk mencapai 100% dalam hidup kita. Jika kita kerja keras sekalipun tapi tidak ada ATTITUDE yang positif didalam diri, kita masih belum mencapai 100%.

Tapi, LOVE OF GOD
12 + 15 + 22 + 5 + 15 + 6 + 7 + 15 + 4 = 101%

atau, SAYANG ALLAH
19 + 1 + 25 + 1 + 14 + 7 + 1 + 12 + 12 + 1 + 8 = 101%

Semoga Bermanfaat

Senin, 07 Januari 2013

Hakikat dan Fungsi Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi adalah tempat pesemaian bibit-bibit pemikir, intelektual, dan profesional dengan berbagai macam jenis dan arus pemikiran keilmuan yang terus berubah dan berkembang. Fungsi utama Perguruan Tinggi adalah membentuk kompetensi para mahasiswa sebagai calon pemikir, ilmuwan, dan profesional yang mampu menampilkan pemikirannya secara akademis (filosofis–logis). Mahasiswa, dengan sarana berpikir filosofis-logis, akan dibimbing agar mampu menggarap dan mengembangkan alam pemikirannya sedemikian rupa, sesuai bidang akademisnya, menjadi pengetahuan, dan melalui pengetahuan akan terbentuk ilmu–ilmu, yang kemudian akan terus berkembang. Pikiran-pikiran keilmuan yang dikembangkan di perguruan tinggi itulah yang kemudian menghasilkan pikiran-pikiran teknologi yang akan melahirkan teknologi sebagai sebuah kekuatan yang menentukan dalam kehidupan manusia modern. Pikiran-pikiran teknologis itu kemudian berkembang menjadi pikiran-pikiran industrial yang mampu manciptakan berbagai pemikiran sistemik (input, out put, dan out come) yang sinergis dalam membangun sebuah kehidupan masyarakat modern itu sendiri. Akhirnya, pikiran itu sendirilah yang telah mendorong lahirnya berbagai pemikiran kritis dalam rangka tugas menyiasati, baik ilmu pengetahuan, teknologi, dan industri yang cendrung mengorbankan manuisia dan kemanusiaan itu sendiri.
Berpikir secara filosofis-logis, artinya, berpikir secara kritis, rasional, obyektif, dan normatif karena harus menaati prinsip-prinsip berpikir yang sehat dan lurus, bukan berdasarkan kemauan atau dorongan emosi belakah. Studi Filsafat ilmu, dalam sebuah kedudukan kurikuler di Perguruan Tinggi, bermaksud mengorientasikan sebuah pola pemikiran yang bersifat kritis, radikal, sistimatis, logis, holistik, komprehensif-integratif, dan eksistensialistik. Ciri berpikir tersebut merupakan fondasi filosofis yang kokoh dalam menyanggah serta memekarkan setiap setiap arus pemikiran yang menjadi lahan pengembangan diri para intelektual muda. Hal mana, begitu penting dan strategis bagi para mahasiswa dalam membangun kompetensi dirinya selaku pemikir, ilmuwan, calon profesional yang mampu memahami dan mengerjakan pikirannya secara tepat, sehat, dan benar dalam bidang keilmuan yang ditekuninya.

Prinsipnya, perguruan tinggi harus mampu membimbing mahasiswa untuk dapat membangun pikiran-pikiran keilmuannya secara filosofis untuk makin menemukan eksistensi “ilmuan pemikir”, bukan sekedar ilmuan “foto kopi”.

Sebuah realitas dunia kemahasiswaan di Perguruan Tinggi di mana mahasiswa dibimbing untuk melakukan komunikas keilmuan, baik secara internal keilmuan maupun lintas keilmuan. Mereka dibimbing untuk melakukan eksplorasi pemikiran, menggagasnya, dan mengkomunikasikan atau mendebatkan pikiran-pikirannya secara terbuka. Mereka belajar untuk saling mengkritik dan saling mempertajam ide-ide dengan berbagai ruang pemaknaan. Mereka secara bebas dan terbuak melaukan transaksi dan negosiasi pemikiran untuk memecahkan topik pembelajaran atau permasalahan aktual yang terjadi dalam lingkungan alam maupun dalam lingkungan sosialnya. Melalui itu, mereka mampu menyuguhkan kebenaran-kebenaran serta validitas dan keabsahan pemikiran yang diterima secara luas dan berlaku universal. Pendeknya, tidak ada sebuah kejeniusan pemikiran keilmuan apa pun yang bersifat ilmu atau keilmiahan tanpa sebuah norma pembimbingan maupun pertanggungjawaban filosofis-logis yang memadai.

Pengalaman menunjukkan bahwa masih ada mahasiswa dan out put perguruan tinggi yang belum dapat mengerjakan pikirannya secara tepat dan benar, karena belum terlatih secara matang dalam membangun dan menguji pikiran-pikirannya secara kritis, terbuka, dan terstruktur. Mereka, karenanya, cenderung menghafal, memfotokopi, dan mengikuti secara buta berbagai warisan pemikiran serta berbagai rumusan formal dari norma apa pun tanpa sebuah pertimbangan kritis. Bahkan, banyak yang hanya mengikuti kuliah Filsafat ilmu secara formalistik untuk mengejar target pencapaian sistem kredit semester (SKS) yang harus ditempuh, tanpa berusaha membangun sebuah kompetensi pemikiran yang memadai dengan melakukan transfer of knowledge secara efektif dan sistimatis.

Pikiran membangun kekuatan logika dalam keilmuan.

Secara umum, dapat dikatakan bahwa sebetulnya, masing-masing ilmu memiliki “logika”-nya sendiri, dan itulah yang disebut prinsip dasar dan metode berpikirnya. Metode itu ditemukan dan dikembangkan bersama dengan mengadakan refleksi atas obyeknya untuk mencapai pemikiran-pemikiran baru yang lebih jelas. Bahwa, lajunya perkembangan pikiran atau ilmu dan pengetahuan manusia dewasa ini, terutama yang berhubungan dengan informasi ilmiah, telah begitu maju pesat. Kegandrungan yang begitu luas–mendalam terhadap ilmu telah membawa berbagai macam perubahan tata nilai dalam kehidupan manusia.
Meskipun demikian, kegandrungan terhadap ilmu telah membawa pula berbagai konsekuensi logisnya yang semulanya, tidak dapat dipikirkan atau dibayangkan oleh ilmu itu sendiri, dimana kejahatan pun makin diilmukan dengan logika-logika keilmuan yang bersifat irasional. Pengilmiahan atau “pengilmuan kejahatan” dimaksud untuk mendapatkan justifikasi logis, yang hampir tak terbantahkan secara keilmuan, atas berbagai kecenderungan bias (penjahat berdasi) yang makin mendeterminasi alam pemikiran dan kehidupan secara luas.
“Pengilmuan kejahatan” dibangun dengan logika-logikanya yang di-”rasionalisasi”-kan” sedemikian rupa (bukan berdasarkan kebenaran rasional tetapi pembenaran secara irasional) untuk menjadi alat pembohongan atau alat merekayasa kepalsuan dan kebohongan menjadi kebenaran dan kesalehan untuk mencapai tingkat keabsahan, baik pada tataran formal (misalnya, pada lembaga-lembaga yang berkompeten baik secara politis maupun yuridis), maupun secara sosial dalam kehidupan aktual masyarakat. Bahkan, para ”tukang” maupun “majikan” logika-logika irasional dimaksud, seakan, telah mampu memutarbalikkan kejahatan menjadi kesalehan dalam sebuah kekuasaan yang irasional (The Logic of Power).
Kini The Logic of Power, telah berkembang luas, dalam kehidupan masyarakat aktual kita. Bahkan, ia seakan, telah menjadi semacam kekuatan intelektual baru (the new intelectual forces) sehingga mampu meyakinkan pikiran dan pandangan banyak umat manusia dengan berbagai implikasi yang sungguh memprihatinkan dan mencemaskan. Hukum dasar logika irasional dimaksud adalah melakukan affirmasi atau pembenaran-pembenaran logis atas nafsu kekuasaan dan kejahatan manusia, dengan cara menegasi atau menyingkirkan prinsi-prinsip kebenaran logis (The Power of Logic) dalam usaha membangun dan mempertahankan kebenaran-kebenaran logis atas dasar pemikiran yang sehat dan rasional. Ciri utama The Logic of Power adalah logika penindasan, pembodohan, dan penguasaan, bukan logika pembebasan dan pendewasaan hidup. Manusia, akhirnya, makin terbelenggu menjadi “tidak akil balik” (tidak matang atau dewasa) di dalam banyak “sangkar emas” yang dibuatnya sendiri. The Logic of Power, karenanya, harus makin diatasi dengan The Power of Logic untuk memulihkan alam pemikiran dan pengetahuan manusia, serta menunjukkan adanya harapan-harapan baru dalam membangun alam pemikiran dan keilmuan sebagai kekuatan peradaban yang khas manusiawi. Perkembangan kesadaran itulah yang makin menantang orang, terutama para ilmuawan untuk selalu melakukan percermatan ulang serta pengkajian-pengkajian kritis, dan analisis sedalam-dalamnya atas berbagai pemikiran keilmuan serta berusaha mengembangkan pemikiran-pemikiran baru yang lebih brilian dengan norma berpikir yang benar.
Posisi mahasiswa sebagai kaum pemikir, karenanya, menjadi sangat relevan dalam membangun dan memperluas arus kesadaran dimaksud. Melalui itu, berbagai kekeliruan, konflik, dan kesesatan hidup akibat derasnya The Logic of Power dalam masyarakat, makin teratasi dengan sebuah kekuatan pencerahan baru.