Perguruan
tinggi adalah tempat pesemaian bibit-bibit pemikir, intelektual, dan
profesional dengan berbagai macam jenis dan arus pemikiran keilmuan yang
terus berubah dan berkembang. Fungsi utama Perguruan Tinggi adalah
membentuk kompetensi para mahasiswa sebagai calon pemikir, ilmuwan, dan
profesional yang mampu menampilkan pemikirannya secara akademis
(filosofis–logis). Mahasiswa, dengan sarana berpikir filosofis-logis,
akan dibimbing agar mampu menggarap dan mengembangkan alam pemikirannya
sedemikian rupa, sesuai bidang akademisnya, menjadi pengetahuan, dan
melalui pengetahuan akan terbentuk ilmu–ilmu, yang kemudian akan terus
berkembang. Pikiran-pikiran keilmuan yang dikembangkan di perguruan
tinggi itulah yang kemudian menghasilkan pikiran-pikiran teknologi yang
akan melahirkan teknologi sebagai sebuah kekuatan yang menentukan dalam
kehidupan manusia modern. Pikiran-pikiran teknologis itu kemudian
berkembang menjadi pikiran-pikiran industrial yang mampu manciptakan
berbagai pemikiran sistemik (input, out put, dan out come) yang sinergis
dalam membangun sebuah kehidupan masyarakat modern itu sendiri.
Akhirnya, pikiran itu sendirilah yang telah mendorong lahirnya berbagai
pemikiran kritis dalam rangka tugas menyiasati, baik ilmu pengetahuan,
teknologi, dan industri yang cendrung mengorbankan manuisia dan
kemanusiaan itu sendiri.
Berpikir
secara filosofis-logis, artinya, berpikir secara kritis, rasional,
obyektif, dan normatif karena harus menaati prinsip-prinsip berpikir
yang sehat dan lurus, bukan berdasarkan kemauan atau dorongan emosi
belakah. Studi Filsafat ilmu, dalam sebuah kedudukan kurikuler di
Perguruan Tinggi, bermaksud mengorientasikan sebuah pola pemikiran yang
bersifat kritis, radikal, sistimatis, logis, holistik,
komprehensif-integratif, dan eksistensialistik. Ciri berpikir tersebut
merupakan fondasi filosofis yang kokoh dalam menyanggah serta memekarkan
setiap setiap arus pemikiran yang menjadi lahan pengembangan diri para
intelektual muda. Hal mana, begitu penting dan strategis bagi para
mahasiswa dalam membangun kompetensi dirinya selaku pemikir, ilmuwan,
calon profesional yang mampu memahami dan mengerjakan pikirannya secara
tepat, sehat, dan benar dalam bidang keilmuan yang ditekuninya.
Prinsipnya,
perguruan tinggi harus mampu membimbing mahasiswa untuk dapat membangun
pikiran-pikiran keilmuannya secara filosofis untuk makin menemukan
eksistensi “ilmuan pemikir”, bukan sekedar ilmuan “foto kopi”.
Sebuah realitas dunia kemahasiswaan di Perguruan Tinggi
di mana mahasiswa dibimbing untuk melakukan komunikas keilmuan, baik
secara internal keilmuan maupun lintas keilmuan. Mereka dibimbing untuk
melakukan eksplorasi pemikiran, menggagasnya, dan mengkomunikasikan atau
mendebatkan pikiran-pikirannya secara terbuka. Mereka belajar untuk
saling mengkritik dan saling mempertajam ide-ide dengan berbagai ruang
pemaknaan. Mereka secara bebas dan terbuak melaukan transaksi dan
negosiasi pemikiran untuk memecahkan topik pembelajaran atau
permasalahan aktual yang terjadi dalam lingkungan alam maupun dalam
lingkungan sosialnya. Melalui itu, mereka mampu menyuguhkan
kebenaran-kebenaran serta validitas dan keabsahan pemikiran yang
diterima secara luas dan berlaku universal. Pendeknya, tidak ada sebuah
kejeniusan pemikiran keilmuan apa pun yang bersifat ilmu atau keilmiahan
tanpa sebuah norma pembimbingan maupun pertanggungjawaban
filosofis-logis yang memadai.
Pengalaman
menunjukkan bahwa masih ada mahasiswa dan out put perguruan tinggi yang
belum dapat mengerjakan pikirannya secara tepat dan benar, karena belum
terlatih secara matang dalam membangun dan menguji pikiran-pikirannya
secara kritis, terbuka, dan terstruktur. Mereka, karenanya, cenderung
menghafal, memfotokopi, dan mengikuti secara buta berbagai warisan
pemikiran serta berbagai rumusan formal dari norma apa pun tanpa sebuah
pertimbangan kritis. Bahkan, banyak yang hanya mengikuti kuliah Filsafat
ilmu secara formalistik untuk mengejar target pencapaian sistem kredit
semester (SKS) yang harus ditempuh, tanpa berusaha membangun sebuah
kompetensi pemikiran yang memadai dengan melakukan transfer of knowledge
secara efektif dan sistimatis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar